Showing posts with label indonesia. Show all posts
Showing posts with label indonesia. Show all posts
Friday, March 1, 2013
Thursday, February 14, 2013
Cinta Di Atas Perahu Cadik
Bersama dengan datangnya pagi maka air laut di tepi pantai itu segera
menjadi hijau. Hayati yang biasa memikul air sejak subuh, sambil
menuruni tebing bisa melihat bebatuan di dasar pantai yang tampak
kabur di bawah permukaan air laut yang hijau itu. Cahaya keemasan
matahari pagi menyapu pantai, membuat pasir yang basah berkilat
keemasan setiap kali lidah ombak kembali surut ke laut. Onggokan batu
karang yang kadang-kadang menyerupai perahu tetap teronggok sejak
semalam, sejak bertahun, sejak beribu-ribu tahun yang lalu. Bukankah
memang perlu waktu jutaan tahun bagi angin untuk membentuk dinding
karang menjadi onggokan batu yang mirip dengan sebuah perahu.
menuruni tebing bisa melihat bebatuan di dasar pantai yang tampak
kabur di bawah permukaan air laut yang hijau itu. Cahaya keemasan
matahari pagi menyapu pantai, membuat pasir yang basah berkilat
keemasan setiap kali lidah ombak kembali surut ke laut. Onggokan batu
karang yang kadang-kadang menyerupai perahu tetap teronggok sejak
semalam, sejak bertahun, sejak beribu-ribu tahun yang lalu. Bukankah
memang perlu waktu jutaan tahun bagi angin untuk membentuk dinding
karang menjadi onggokan batu yang mirip dengan sebuah perahu.
Para nelayan memang hanya tahu perahu. Bulan sabit mereka hubungkan
dengan perahu, gugusan bintang mereka hubung-hubungkan dengan cadik
penyeimbang perahu, seolah-olah angkasa raya adalah ruang pelayaran
bagi perahu-perahu seperti yang mereka miliki, bahkan atap rumah-rumah
mereka dibuat seperti ujung-ujung perahu. Tentu, bagaimana mungkin
kehidupan para nelayan dilepaskan dari perahu?
dengan perahu, gugusan bintang mereka hubung-hubungkan dengan cadik
penyeimbang perahu, seolah-olah angkasa raya adalah ruang pelayaran
bagi perahu-perahu seperti yang mereka miliki, bahkan atap rumah-rumah
mereka dibuat seperti ujung-ujung perahu. Tentu, bagaimana mungkin
kehidupan para nelayan dilepaskan dari perahu?
Hayati masih terus menuruni tebing setengah berlari dengan pikulan air
pada bahunya. Kakinya yang telanjang bagaikan mempunyai alat perekat,
melangkah di atas batu-batu hitam berlumut tanpa pernah terpeleset
sama sekali, sekaligus bagaikan terlapis karet atau plastik alas
sepatu karena seolah tidak berasa sedikit pun juga ketika menapak di
atas batu-batu karang yang tajam tiada berperi.
pada bahunya. Kakinya yang telanjang bagaikan mempunyai alat perekat,
melangkah di atas batu-batu hitam berlumut tanpa pernah terpeleset
sama sekali, sekaligus bagaikan terlapis karet atau plastik alas
sepatu karena seolah tidak berasa sedikit pun juga ketika menapak di
atas batu-batu karang yang tajam tiada berperi.
“Sukab! Tunggu aku!”
Di pantai, tiba-tiba terdengar derum suara mesin.
“Cepatlah!” ujar lelaki bernama Sukab itu.
Ternyata Hayati tidak langsung menuju ke perahu bermesin tempel
tersebut, melainkan berlari dengan pikulan air yang berat di bahunya
itu. Hayati berlari begitu cepat, seolah-olah beban di bahunya tiada
mempunyai arti sama sekali. Ia meletakkannya begitu saja di samping
gubuknya, lantas berlari kembali ke arah perahu Sukab.
tersebut, melainkan berlari dengan pikulan air yang berat di bahunya
itu. Hayati berlari begitu cepat, seolah-olah beban di bahunya tiada
mempunyai arti sama sekali. Ia meletakkannya begitu saja di samping
gubuknya, lantas berlari kembali ke arah perahu Sukab.
“Hayati! Mau ke mana?”
Seorang nenek tua muncul di pintu gubuk. Terlihat Hayati mengangkat
kainnya dan berlari cepat sekali. Lidah-lidah ombak berkecipak dalam
laju lari Hayati. Wajahnya begitu cerah menembus angin yang selalu
ribut, yang selalu memberi kesan betapa sesuatu sedang terjadi. Seekor
anjing bangkit dari lamunannya yang panjang, lantas melangkah ringan
sepanjang pantai yang pada pagi itu baru memperlihatkan jejak-jejak
kaki Sukab dan Hayati.
kainnya dan berlari cepat sekali. Lidah-lidah ombak berkecipak dalam
laju lari Hayati. Wajahnya begitu cerah menembus angin yang selalu
ribut, yang selalu memberi kesan betapa sesuatu sedang terjadi. Seekor
anjing bangkit dari lamunannya yang panjang, lantas melangkah ringan
sepanjang pantai yang pada pagi itu baru memperlihatkan jejak-jejak
kaki Sukab dan Hayati.
Perahu Sukab melaju ke tengah laut. Seorang lelaki muncul dari dalam
gubuk.
gubuk.
“Ke mana Hayati, Mak?”
Nenek tua itu menoleh dengan kesal.
“Pergi bersama Sukab tentunya! Kejar sana ke tengah laut! Lelaki apa
kau ini! Sudah tahu istri dibawa orang, bukannya mengamuk malah merestui!”
kau ini! Sudah tahu istri dibawa orang, bukannya mengamuk malah merestui!”
Lelaki itu menggeleng-gelengkan kepala.
“Hayati dan Sukab saling mencintai, kami akan bercerai dan biarlah dia
bahagia menikahi Sukab, aku juga sudah bicara kepadanya.”
bahagia menikahi Sukab, aku juga sudah bicara kepadanya.”
Nenek yang sudah bungkuk itu mengibaskan tangan.
“Dullaaaaah! Dullah! Suami lain sudah mencabut badik dan mengeluarkan
usus Sukab jahanam itu!”
usus Sukab jahanam itu!”
Lelaki yang agaknya bernama Dullah itu masuk kembali, masih terdengar
suaranya sambil tertawa dari dalam gubuk.
suaranya sambil tertawa dari dalam gubuk.
“Cabut badik? Heheheh. Itu sudah tidak musim lagi Mak! Lebih baik cari
istri lain! Tapi aku lebih suka nonton tivi!”
istri lain! Tapi aku lebih suka nonton tivi!”
Angin bertiup kencang, sangat kencang, dan memang selalu kencang di
pantai itu. Perahu Sukab yang juga bercadik melaju bersama cinta
membara di atasnya.
pantai itu. Perahu Sukab yang juga bercadik melaju bersama cinta
membara di atasnya.
Pada akhir hari setelah senja menggelap, burung-burung camar
menghilang, dan perahu-perahu lain telah berjajar-jajar kembali di
pantai sepanjang kampung nelayan itu, perahu Sukab belum juga kelihatan.
menghilang, dan perahu-perahu lain telah berjajar-jajar kembali di
pantai sepanjang kampung nelayan itu, perahu Sukab belum juga kelihatan.
Menjelang tengah malam, nenek tua itu pergi dari satu gubuk ke gubuk
lain, menanyakan apakah mereka melihat perahu Sukab yang membawa
Hayati di atasnya. Jawaban mereka bermacam-macam, tetapi membentuk
suatu rangkaian.
lain, menanyakan apakah mereka melihat perahu Sukab yang membawa
Hayati di atasnya. Jawaban mereka bermacam-macam, tetapi membentuk
suatu rangkaian.
“Ya, kulihat perahu Sukab menyalipku dengan Hayati di atasnya. Kulihat
mereka tertawa-tawa.”
mereka tertawa-tawa.”
“Perahu Sukab menyalipku, kulihat Hayati menyuapi Sukab dengan nasi
kuning dan mereka tampaknya sangat bahagia.”
kuning dan mereka tampaknya sangat bahagia.”
“Oh, ya, jadi itu perahu Sukab! Kulihat perahu berlayar kumal itu
menuruti angin, mesinnya sudah mati, tetapi tidak tampak seorang pun
di atasnya.”
menuruti angin, mesinnya sudah mati, tetapi tidak tampak seorang pun
di atasnya.”
Nenek itu memaki.
“Istri orang di perahu suami orang! Keterlaluan!”
Namun ia masih mengetuk pintu gubuk-gubuk yang lain.
“Aku lihat perahunya, tetapi tidak seorang pun di atasnya. Bukankah
memang selalu begitu jika Hayati berada di perahu Sukab?”
memang selalu begitu jika Hayati berada di perahu Sukab?”
“Ya, tidakkah selalu begitu? Kalau Hayati naik perahu Sukab, bukannya
tambah penumpang, tetapi orangnya malah berkurang?”
tambah penumpang, tetapi orangnya malah berkurang?”
Melangkah sepanjang pantai sembari menghindari air pasang, nenek tua
itu menggerundal sendirian.
itu menggerundal sendirian.
“Bermain cinta di atas perahu! Perbuatan yang mengundang kutukan!”
Ia menuju gubuk Sukab. Seorang anak perempuan yang rambutnya merah
membuka pintu itu, di dalam terlihat istri Sukab terkapar meriang
karena malaria.
membuka pintu itu, di dalam terlihat istri Sukab terkapar meriang
karena malaria.
“Waleh! Apa kau tahu Sukab pergi dengan Hayati?”
Perempuan bernama Waleh itu menggigil di dalam kain batik yang lusuh,
mulutnya bergemeletuk seperti sebuah mesin. Wajahnya pucat,
berkeringat, dan di dahinya tertempel sebuah koyo. Ia hanya bisa
menggeleng-gelengkan kepala.
mulutnya bergemeletuk seperti sebuah mesin. Wajahnya pucat,
berkeringat, dan di dahinya tertempel sebuah koyo. Ia hanya bisa
menggeleng-gelengkan kepala.
Nenek tua itu melihat ke sekeliling. Isinya sama saja dengan isi semua
gubuk nelayan yang lain. Dipan yang buruk, lemari kayu yang buruk,
pakaian yang buruk tergantung di sana-sini, meja buruk, kursi buruk,
dan jala di dinding kayu, berikut pancing dan bubu. Ada juga pesawat
televisi, tetapi tampaknya sudah mati. Alas kaki yang serba buruk,
tentu saja tidak ada sepatu, hanya sandal jepit yang jebol. Sebuah
foto pasangan bintang film India, lelaki dan perempuan yang sedang
tertawa dengan mata genit, dari sebuah penanggalan yang sudah
bertahun-tahun lewat.
gubuk nelayan yang lain. Dipan yang buruk, lemari kayu yang buruk,
pakaian yang buruk tergantung di sana-sini, meja buruk, kursi buruk,
dan jala di dinding kayu, berikut pancing dan bubu. Ada juga pesawat
televisi, tetapi tampaknya sudah mati. Alas kaki yang serba buruk,
tentu saja tidak ada sepatu, hanya sandal jepit yang jebol. Sebuah
foto pasangan bintang film India, lelaki dan perempuan yang sedang
tertawa dengan mata genit, dari sebuah penanggalan yang sudah
bertahun-tahun lewat.
Ia tidak melihat sesuatu pun yang aneh, tapi mungkin ada juga yang
lain. Sebuah foto Bung Karno yang usang dan tampak terlalu besar untuk
rumah gubuk ini, di dalam sebuah bingkai kaca yang juga kotor. Nyamuk
berterbangan masuk karena pintu dibuka.
lain. Sebuah foto Bung Karno yang usang dan tampak terlalu besar untuk
rumah gubuk ini, di dalam sebuah bingkai kaca yang juga kotor. Nyamuk
berterbangan masuk karena pintu dibuka.
Pandangan nenek tua itu tertumbuk kepada anak perempuan yang menatapnya.
“Mana Bapakmu?”
Anak itu hanya menunjuk ke arah suara laut, ombak yang berdebur dan
mengempas dengan ganas.
mengempas dengan ganas.
Nenek itu lagi-lagi menggelengkan kepala.
“Anak apa ini? Umur lima tahun belum juga bisa bicara!”
Waleh hanya menggigil di balik kain batik lusuh bergambar kupu-kupu
dan burung hong. Giginya tambah gemeletuk dalam perputaran roda-roda
mesin malaria.
dan burung hong. Giginya tambah gemeletuk dalam perputaran roda-roda
mesin malaria.
Nenek itu sudah mau melangkah keluar dengan putus asa, ketika
terdengar suara lemah dari balik gigi yang gemeletuk itu.
terdengar suara lemah dari balik gigi yang gemeletuk itu.
“Aku sudah tahu…”
“Apa yang kamu sudah tahu, Waleh?”
“Tentang mereka…”
Nenek itu mendengus.
“Ya, kamu tahu dan tidak berbuat apa-apa! Dulu suamiku pergi ke kota
dengan Wiji, begitu pulang kujambak rambutnya dan kuseret dia
sepanjang pantai, dan suamiku masuk rumah sakit karena badik suami
Wiji. Masih juga mereka berlayar dan tidak pulang kembali! Semua orang
yang melaut bilang tidak melihat sesuatu pun di atas perahu ketika
melewati mereka, tapi ada yang hanya melihat perempuan jalang itu
tidak memakai apa-apa meski suamiku tidak kelihatan di bawahnya!
Mengerti kamu?”
dengan Wiji, begitu pulang kujambak rambutnya dan kuseret dia
sepanjang pantai, dan suamiku masuk rumah sakit karena badik suami
Wiji. Masih juga mereka berlayar dan tidak pulang kembali! Semua orang
yang melaut bilang tidak melihat sesuatu pun di atas perahu ketika
melewati mereka, tapi ada yang hanya melihat perempuan jalang itu
tidak memakai apa-apa meski suamiku tidak kelihatan di bawahnya!
Mengerti kamu?”
Waleh yang menggigil hanya memandangnya, seperti sudah tidak sanggup
berpikir lagi.
berpikir lagi.
“Aku hanya mau bukti bahwa menantuku mati karena pergi dengan lelaki
bukan suaminya dan bermain cinta di atas perahu! Alam tidak akan
pernah keliru! Hanya para pendosa akan menjadi korban kutukannya! Tapi
kamu rugi belum menghukum si jalang Hayati!”
bukan suaminya dan bermain cinta di atas perahu! Alam tidak akan
pernah keliru! Hanya para pendosa akan menjadi korban kutukannya! Tapi
kamu rugi belum menghukum si jalang Hayati!”
Mendengar ucapan itu, Waleh tampak berusaha keras melawan malarianya
agar bisa berbicara.
agar bisa berbicara.
“Aku memang hanya orang kampung, Ibu, tetapi aku tidak mau menjadi
orang kampungan yang mengumbar amarah menggebu-gebu. Kudoakan suamiku
pulang dengan selamat—dan jika dia bahagia bersama Hayati, melalui
perceraian, agama kita telah memberi jalan agar mereka bisa dikukuhkan.”
orang kampungan yang mengumbar amarah menggebu-gebu. Kudoakan suamiku
pulang dengan selamat—dan jika dia bahagia bersama Hayati, melalui
perceraian, agama kita telah memberi jalan agar mereka bisa dikukuhkan.”
Waleh yang seperti telah mengeluarkan segenap daya hidupnya untuk
mengeluarkan kata-kata seperti itu, langsung menggigil dan mulutnya
bergemeletukan kembali, matanya terpejam tak dibuka-bukanya lagi.
mengeluarkan kata-kata seperti itu, langsung menggigil dan mulutnya
bergemeletukan kembali, matanya terpejam tak dibuka-bukanya lagi.
Nenek tua itu terdiam.
Hari pertama, kedua, dan ketiga setelah perahu Sukab tidak juga
kembali, orang-orang di kampung nelayan itu masih membayangkan, bahwa
jika bukan perahu Sukab muncul kembali di cakrawala, maka tentu mayat
Sukab atau Hayati akan tiba-tiba menggelinding dilemparkan ombak ke
pantai. Namun karena tidak satu pun dari ketiganya muncul kembali,
mereka percaya perahu Sukab terseret ombak ke seberang benua. Hal itu
selalu mungkin dan sangat mungkin, karena memang sering terjadi.
Mereka bisa terseret ombak ke sebuah negeri lain dan kembali dengan
pesawat terbang, atau memang hilang selama-lamanya tanpa kejelasan lagi.
kembali, orang-orang di kampung nelayan itu masih membayangkan, bahwa
jika bukan perahu Sukab muncul kembali di cakrawala, maka tentu mayat
Sukab atau Hayati akan tiba-tiba menggelinding dilemparkan ombak ke
pantai. Namun karena tidak satu pun dari ketiganya muncul kembali,
mereka percaya perahu Sukab terseret ombak ke seberang benua. Hal itu
selalu mungkin dan sangat mungkin, karena memang sering terjadi.
Mereka bisa terseret ombak ke sebuah negeri lain dan kembali dengan
pesawat terbang, atau memang hilang selama-lamanya tanpa kejelasan lagi.
“Aku orang terakhir yang melihat Sukab dan Hayati di kejauhan, perahu
mereka jauh melewati batas pencarian ikan kita,” kata seseorang.
mereka jauh melewati batas pencarian ikan kita,” kata seseorang.
“Sukab penombak ikan paling ahli di kampung ini, sejak dulu ia selalu
berlayar sendiri, mana mau ia mencari ikan bersama kita,” sahut yang
lain, “apalagi jika di perahunya ada Hayati.”
berlayar sendiri, mana mau ia mencari ikan bersama kita,” sahut yang
lain, “apalagi jika di perahunya ada Hayati.”
“Apakah mereka bercinta di atas perahu?”
“Saat kulihat tentu tidak, banyak lumba-lumba melompat di samping
perahu mereka.”
perahu mereka.”
Segalanya mungkin terjadi. Juga mereka percaya bahwa mungkin juga
Sukab dan Hayati telah bermain cinta di atas perahu dan seharusnya
tahu pasti apa yang akan mereka alami.
Sukab dan Hayati telah bermain cinta di atas perahu dan seharusnya
tahu pasti apa yang akan mereka alami.
Di pantai, kadang-kadang tampak Waleh menggandeng anak perempuannya
yang bisu, menyusuri pantulan senja yang menguasai langit pada pasir
basah. Kadang-kadang pula tampak Dullah yang menyusuri pantai saat
para nelayan kembali, mereka seperti masih berharap dan menanti siapa
tahu perahu cadik yang berisi Sukab dan Hayati itu kembali. Namun
setelah hari keempat, tidak seorang pun dari para nelayan di kampung
itu mengharapkan Sukab dan Hayati akan kembali.
yang bisu, menyusuri pantulan senja yang menguasai langit pada pasir
basah. Kadang-kadang pula tampak Dullah yang menyusuri pantai saat
para nelayan kembali, mereka seperti masih berharap dan menanti siapa
tahu perahu cadik yang berisi Sukab dan Hayati itu kembali. Namun
setelah hari keempat, tidak seorang pun dari para nelayan di kampung
itu mengharapkan Sukab dan Hayati akan kembali.
“Kukira mereka tidak akan kembali, mungkin bukan mati, tetapi kawin
lari ke sebuah pulau entah di mana. Kalian tahu seperti apa orang yang
dimabuk cinta…”
lari ke sebuah pulau entah di mana. Kalian tahu seperti apa orang yang
dimabuk cinta…”
Namun pada suatu malam, pada hari ketujuh, di tengah angin yang selalu
ribut terlihat perahu Sukab mendarat juga, Hayati melompat turun
begitu lunas perahu menggeser bibir pantai dan mendorong perahu itu
sendirian ke atas pasir sebelum membuang jangkar kecilnya. Sukab
tampak lemas di atas perahu. Di tubuh perahu itu terikat seekor ikan
besar yang lebih besar dari perahu mereka, yang tentu saja sudah mati
dan bau amisnya menyengat sekali. Tombak ikan bertali milik Sukab
tampak menancap di punggungnya yang berdarah—tentu ikan besar ini yang
telah menyeret mereka berdua selama ini, setelah bahan bakar untuk
mesinnya habis.
ribut terlihat perahu Sukab mendarat juga, Hayati melompat turun
begitu lunas perahu menggeser bibir pantai dan mendorong perahu itu
sendirian ke atas pasir sebelum membuang jangkar kecilnya. Sukab
tampak lemas di atas perahu. Di tubuh perahu itu terikat seekor ikan
besar yang lebih besar dari perahu mereka, yang tentu saja sudah mati
dan bau amisnya menyengat sekali. Tombak ikan bertali milik Sukab
tampak menancap di punggungnya yang berdarah—tentu ikan besar ini yang
telah menyeret mereka berdua selama ini, setelah bahan bakar untuk
mesinnya habis.
Hayati tampak lebih kurus dari biasa dan keadaan mereka berdua memang
lusuh sekali. Kulit terbakar, pakaian basah kuyup, dan gigi keduanya
jika terlihat tentu sudah kuning sekali—tetapi mata keduanya
menyala-nyala karena semangat hidup yang kuat serta api cinta yang
membara. Keduanya terdiam saling memandang. Keduanya mengerti, cerita
tentang ikan besar ini akan berujung kepada perceraian mereka
masing-masing, yang dengan ini tak bisa dihindari lagi.
lusuh sekali. Kulit terbakar, pakaian basah kuyup, dan gigi keduanya
jika terlihat tentu sudah kuning sekali—tetapi mata keduanya
menyala-nyala karena semangat hidup yang kuat serta api cinta yang
membara. Keduanya terdiam saling memandang. Keduanya mengerti, cerita
tentang ikan besar ini akan berujung kepada perceraian mereka
masing-masing, yang dengan ini tak bisa dihindari lagi.
Namun keduanya juga mengerti, betapa bukan urusan siapa pun bahwa
mereka telah bercinta di atas perahu cadik ini.
mereka telah bercinta di atas perahu cadik ini.
Fenomena Tawuran antar Pelajar
![]() |
Tawuran antar pelajar 1 |
Tawuran antar pelajar maupun tawuran antar remaja semakin menjadi semenjak terciptanya geng-geng. Perilaku anarki selalu dipertontonkan di tengah-tengah masyarakat. Mereka itu sudah tidak merasa bahwa perbuatan itu sangat tidak terpuji dan bisa mengganggu ketenangan masyarakat. Sebaliknya mereka merasa bangga jika masyarakat itu takut dengan geng/kelompoknya. Seorang pelajar seharusnya tidak melakukan tindakan yang tidak terpuji seperti itu.
![]() |
Tawuran antar pelajar 2 |
Biasanya permusuhan antar sekolah dimulai dari
masalah yang sangat sepele. Namun remaja yang masih labil tingkat
emosinya justru menanggapinya sebagai sebuah tantangan. Pemicu lain biasanya
dendam. Dengan rasa kesetiakawanan yang tinggi para siswa tersebut
akan membalas perlakuan yang disebabkan oleh siswa sekolah yang
dianggap merugikan seorang siswa atau mencemarkan nama baik sekolah tersebut.
Sebenarnya jika kita mau melihat lebih dalam lagi, salah satu akar permasalahannya adalah tingkat kestressan siswa yang tinggi dan pemahaman agama yang masih rendah. Sebagaimana kita tahu bahwa materi pendidikan sekolah di Indonesia itu cukup berat. Akhirnya stress yang memuncak itu mereka tumpahkan dalam bentuk yang tidak terkendali yaitu tawuran. Dari aspek fisik, tawuran dapat menyababkan kematian dan luka berat bagi para siswa. Kerusakan yang parah pada kendaraan dan kaca gedung atau rumah yang terkena lemparan batu. Sedangkan aspek mentalnya , tawuran dapat menyebabkan trauma pada para siswa yang menjadi korban, merusak mental para generasi muda, dan menurunkan kualitas pendidikan di Indonesia.
Sebenarnya jika kita mau melihat lebih dalam lagi, salah satu akar permasalahannya adalah tingkat kestressan siswa yang tinggi dan pemahaman agama yang masih rendah. Sebagaimana kita tahu bahwa materi pendidikan sekolah di Indonesia itu cukup berat. Akhirnya stress yang memuncak itu mereka tumpahkan dalam bentuk yang tidak terkendali yaitu tawuran. Dari aspek fisik, tawuran dapat menyababkan kematian dan luka berat bagi para siswa. Kerusakan yang parah pada kendaraan dan kaca gedung atau rumah yang terkena lemparan batu. Sedangkan aspek mentalnya , tawuran dapat menyebabkan trauma pada para siswa yang menjadi korban, merusak mental para generasi muda, dan menurunkan kualitas pendidikan di Indonesia.
Setelah kita tahu akar permasalahannya ,
sekarang yang terpenting adalah bagaimana menemukan solusi yang
tepat untuk menyelesaikan persoalan ini. Dalam hal ini, seluruh lapisan
masyarakat yaitu, orang tua, guru/sekolah dan pemerintah.
Pendidikan yang paling dasar dimulai dari rumah.
Orang tua sendiri harus aktif menjaga emosi anak. Pola mendidik juga barangkali
perlu dirubah. Orang tua seharusnya tidak mendikte anak, tetapi memberi
keteladanan. Tidak mengekang anak dalam beraktifitas yang positif.
Menghindari kekerasan dalam rumah tangga sehingga tercipta suasana rumah yang
aman dan nyaman bagi tumbuh kembang si anak Menanamkan dasar-dasar agama pada
proses pendidikan. Tidak kalah penting adalah membatasi anak melihat
kekerasan yang ditayangkan Televisi. Media ini memang paling jitu dalam proses
pendidikan. Orang tua harus pandai-pandai memilih tontonan yang positif sehingga
bisa menjadi tuntunan untuk anak. Untuk membatasi tantonan untuk usia remaja
memang lumayan sulit bagi orang tua. Karena internet pun dapat diakses secara
bebas dan orang tua tidak bisa membendung perkembangan sebuah teknologi. Filter yang
baik untuk anak adalah agama, dengan agama si anak bisa membentengi dirinya
sendiri dari pengaruh buruk apapun dan dari manapun. Dan pendidikan anak tidak
seharusnya diserahkan seratus persen pada sekolah.
Peranan sekolah juga sangat penting dalam penyelesaian
masalah ini. Untuk meminimalkan tawuran antar pelajar, sekolah harus menerapkan
aturan tata tertib yang lebih ketat, agar siswa/i tidak seenaknya
keluyuran pada jam – jam pelajaran di luar sekolah. Yang kedua peran BK (
Bimbingan Konseling ) harus diaktifkan dalam rangka pembinaan mental siswa,
Membatu menemukan solusi bagi siswa yang mempunyai masalah sehingga
persoalan-persoalan siswa yang tadinya dapat jadi pemicu sebuah
tawuran dapat dicegah. Yang ketiga mengkondisikan suasana sekolah yang
ramah dan penuh kasih sayang . Peran guru disekolah semestinya tidak hanya
mengajar tetapi menggatikan peran orang tua mereka. Yakni mendidik. Yang
keempat penyediaan fasilitas untuk menyalurkan energi siswa. Contohnya
menyediakan program ektra kurikuler bagi siswa. Pada usia remaja energi mereka
tinggi, sehingga perlu disalurkan lewat kegiatan yang positif sehingga tidak
berubah menjadi agresivitas yang merugikan.
Dalam penyelenggaraan kegiatan ekstrakurikuler ini, sekolah membutuhkan prasarana dan sarana, seperti arena olahraga dan perlengkapan kesenian, yang sejauh ini di banyak sekolah belum memadai, malah cenderung kurang. Oleh karenanya, pemerintah perlu mensubsidi lebih banyak lagi fasilitas olahraga dan seni. Dari segi hukum demikian juga. Pemerintah harus tegas dalam menerapkan sanksi hokum. Berilah efek jerah pada siswa yang melakukan tawuran sehingga mereka akan berpikir seratus kali jika akan melakukan tawuran lagi. Karena bagaimanapun mereka adalah aset bangsa yang berharga dan harus terus dijaga untuk membangun bangsa ini.
Dalam penyelenggaraan kegiatan ekstrakurikuler ini, sekolah membutuhkan prasarana dan sarana, seperti arena olahraga dan perlengkapan kesenian, yang sejauh ini di banyak sekolah belum memadai, malah cenderung kurang. Oleh karenanya, pemerintah perlu mensubsidi lebih banyak lagi fasilitas olahraga dan seni. Dari segi hukum demikian juga. Pemerintah harus tegas dalam menerapkan sanksi hokum. Berilah efek jerah pada siswa yang melakukan tawuran sehingga mereka akan berpikir seratus kali jika akan melakukan tawuran lagi. Karena bagaimanapun mereka adalah aset bangsa yang berharga dan harus terus dijaga untuk membangun bangsa ini.
Perubahan sosial yang diakibatkan
karena sering terjadinya tawuran, mengakibatkan norma-norma menjadi terabaikan.
Selain itu,menyebabkan terjadinya perubahan pada aspek hubungan social
masyarakatnya.
Dalam bukunya yang berjudul “Dinamika
Masyarakat Indonesia”, Prof. Dr. Awan Mutakin, dkk berpendapat bahwa sistem
sosial yang stabil ( equilibrium ) dan berkesinambungan ( kontinuitas )
senantiasa terpelihara apabila terdapat adanya pengawasan melalui
dua macam mekanisme sosial dalam bentuk sosialisasi dan pengawasan sosial
(kontrol sosial).
1. Sosialisasi
maksudnya adalah suatu proses dimana
individu mulai menerima dan menyesuaikan diri kepada adat istiadat (
norma ) suatu kelompok yang ada dalam sistem social , sehingga
lambat laun yang bersangkutan akan merasa menjadi bagian dari
kelompok yang bersangkutan.
2. Pengawasan sosial adalah,
“ proses yang direncanakan atau tidak direncanakan yang bertujuan
untuk mengajak, mendidik atau bahkan memaksa warga masyarakat, agar mematuhi
norma dan nilai”. Pengertian tersebut dipertegas menjadi suatu pengendalian
atau pengawasan masyarakat terhadap tingkah laku anggotanya.
Dari berbagai kasus pelajar
tersebut tentunya sangat mengundang keprihatinan dan harus
segera mencari solusi yang baik. Beberapa solusi tersebut antara
lain adalah :
1. Mempertebal
keimanan dan ketaqwaan dikalangan generasi muda
Benteng yang sangat kokoh dalam menjawab
tantangan globalisasi agar kita tidak terjerumus dalam demoralisasi adalah
memperkokoh/mempertebal keimanan dan ketaqwaan terhadap Allah, apabila kita
selalu memegang teguh semua ajaran agama kita (Islam) maka kita dengan
sendirinya akan bisa memilah dan memilih mana yang baik dan mana yang buruk,
mana yang boleh dilakukan atau mana yang tidak boleh dilakukan. Singkat kata
dengan selalu mendekatkan diri kepada Allah maka kita akan selamat dunia dan
akhirat, Amin.
2. Memanfaatkan
media sosialisasi keluarga, sekolah.
Menurut ilmu sosiologi, terjadinya perilaku
menyimpang itu disebabkan oleh adanya sosialisasi yang tidak sempurna dan peran
media sosialiasi yang tidak baik. Untuk menyelamatkan generasi muda dari
demoralisasi maka semua media sosialisasi harus saling mendukung antara satu
dengan yang lain agar seorang anak /remaja tertanam nilai dan norma yang sesuai
dengan harapan masyarakat.
a.
Keluarga
Dalam keadaan normal, lingkungan pertama
yang berhubungan dengan anak adalah orang tua dan saudara-saudara. sehingga
bisa dikatakan keluarga merupakan media yang pertama dalam penanaman nilai dan
norma di dalam diri seorang anak dan akan membentuk kepribadian dan
moralitasnya, apabila di dalam keluarga tidak mampu berperan dengan baik dalam
menanamkan nilai dan norma, maka si anak akan menjadi kurang baik dalam
kepribadian maupun moralnya. Didalam menyikapi masalah demoralisasi generasi
muda maka peran keluarga adalah sebagai pilar pertama untuk melakukan
perlawanan menuju keperubahan yang baik. Orang tua harus memberi perhatian yang
ekstra kepada anak-anaknya agar tidak terjerumus dalam demoralisasi, tetapi
tidak dengan jalan mengekang dan memaksa kehendak orang tua kepada anak, orang
tua harus memberi perhatian dengan penuh kasih sayang (afeksi) dengan
jalan selalu membangun komunikasi antara orang tua dan anak, sehingga anak
tidak merasa terabaikan dan lebih dihargai.orang tua juga harus mampu memberi
contoh yang baik bagi anak-anaknya baik dalam perilaku, ucapan dan perbuatan.
Harapannya agar anak bisa menghormati orang yang lebih tua yang mungkin
sekarang sudah mulai budar misalnya berbicara sopan dengan orang tua, berjabat
tangan pada guru sebagai rasa hormat dan lain sebagainya.jadikan keluarga itu
yang harmonis maka anak akan terhindar dari demoralisasi, ada istilah “rumahku
adalah istanaku (surgaku)”
b.
Sekolah
Selain keluarga maka sekolah adalah media
yang kedua dalam mengatasi masalah demoralisasi yang telah melanda generasi
muda. Sekolahan harus mampu mendidik kecerdasan, juga membina moral
dan akhlak siswanya. Tetapi sekarang banyak sekolah yang terjebak hanya
memprioritaskan agar anak didiknya mampu mendapatkan nilai yang
bagus dalam mengerjakan tugas-tugas teoritis tanpa memperhatikan
aplikasinya/prakteknya. Jika merujuk pada teori Benjamin S. Bloom (1956)
yang dikenal dengan nama taxonomy of educational objectives,
keberhasilan pendidikan secara kuantitatif mencakup tiga domain, yaitu
kognitif, afektif, dan psikomotor. Meskipun demikian, keberhasilan output
(lulusan) pendidikan hanyalah merupakan keberhasilan kognitif. Artinya, anak
yang tidak pernah sholat pun, jika ia dapat mengerjakan tes PAl (Pendidikan
Agama Islam) dengan baik, ia bisa lulus (berhasil), dan jika nilainya baik, ia
pun dapat diterima pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Sehingga
pendidikan moral kadang kala diabaikan dengan alasan ini dan itu, seharusnya
sekolah merupakan mitra keluarga dalam pendidikan moral anak. Tetapi kadang
kala banyak keluarga yang memikulkan tanggung jawab 100% kepada sekolah dalam
pendidikan moral ini. Solusi yang terbaik adalah sekolah dan keluarga harus
bergantengan tangan bersama-sama memberi pendidikan moral agar tidak terjadi
kemerosotan moral.
3. Aktif
di dalam kegiatan-kegiatan positif
Untuk menghindari
demoralisasi, yang perlu dilakukan oleh generasi muda adalah dengan aktif di
berbagai kegiatan-kegiatan yang positif, karena dengan demikian maka generasi
muda akan mempunyai aktifitas yang akan menjauhkan dari kejenuhan, kesepian,
dan terhindar dari godaan setan untuk mengisi hidup dengan kemaksiatan.
Generasi muda akan selalu terlatih untuk selalu berfikir positif.Tugas Antroppologi Reog Ponorogo
A. Definisi
Reog adalah salah satu kesenian
budaya yang berasal dari Jawa Timur bagian barat-laut dan Ponorogo dianggap
sebagai kota asal Reog yang sebenarnya. Gerbang kota Ponorogo dihiasi oleh
sosok warok dan gemblak, dua sosok yang ikut tampil pada saat reog
dipertunjukkan. Reog adalah salah satu budaya daerah di Indonesia yang masih
sangat kental dengan hal-hal yang berbau mistik dan ilmu kebatinan yang kuat.
B. Sejarah
Reog Ponorogo Sebagai Budaya Bangsa
Sebenarnya Indonesia kaya akan
keaneragaman kebudayaan namun kurangnya perhatian oleh masyarakat kalangan atas
atau pemerintah, budaya yang ada di in idonesia sedikit demi sedsikit akan
hilang karena akan tersingkir oleh budaya asing yang masuk keindonesia. Bangsa
indonesia harus benara-benar memfilter terhadap kebudayaan yang masuk ke
indonesia yaitu budaya asing yang menyalahi adeologi pancasila. Dengan cara
menilai, mempertimbangkan, dan memutuskan layak atau tidaknya budaya tersebut
masuk ke indonesia.
Dari keanekaragaman kebudayaan di
Indonesia, salah satunya yaitu Reog Ponorogo. Reog adalah salah satu budaya
bangsa Indonesia yang masih eksis dan terus di kembangkan agar budaya tersebut
bisa dilestarikan dan sebagai warisan yang tidaj ternilai bagi anak cucu. Ada
satu kejadian yang akan mengecap bahwa reog adalah milik negara Malaysia, namun
Indonesia tetap mempertahankannya.Dengan kejadian tersebut hendaklah kita
sebagai pemuda penerus bangsa harus melestarikan reog ponorogo. apalagi bagi
anda anggota kotareyog.com harus lebih siap sedia bila sewaktu-waktu kebudayaan
kita di rebut bangsa lain. Karena budaya adalah kekayaan bangsa. reog
ponorogonoleh pemkab ponorogo di lestarikan dengan mengadakan acara rutin
tahunan yaitu Grebeg Suro, yang biasanya acara tyersebut di adakan pada malam
satu suro. pemkab ponorogo menggelar acara ini dalam taraf atau tingkatan
nasional dari daerah manapun di indonesia bisa ikut partisipasi di dalamnya.
beberapa tujuan yang di capai adalah :
1. Hiburan untuk masyarakat
2. Melestarikan adat daerah dan
budaya bangsa
3. Sebagai upaya pelestarian budaya
bangsa pada para penerus bangsa.
Pertunjukan reog di Ponorogo tahun
1920. Selain reog, terdapat pula penari kuda kepang dan bujangganong.
Pada dasarnya ada lima versi cerita
populer yang berkembang di masyarakat tentang asal-usul Reog dan Warok, namun
salah satu cerita yang paling terkenal adalah cerita tentang pemberontakan Ki
Ageng Kutu, seorang abdi kerajaan pada masa Bhre Kertabhumi, Raja Majapahit
terakhir yang berkuasa pada abad ke-15. Ki Ageng Kutu murka akan pengaruh kuat
dari pihak rekan Cina rajanya dalam pemerintahan dan prilaku raja yang korup,
ia pun melihat bahwa kekuasaan Kerajaan Majapahit akan berakhir. Ia lalu
meninggalkan sang raja dan mendirikan perguruan dimana ia mengajar anak-anak
muda seni bela diri, ilmu kekebalan diri, dan ilmu kesempurnaan dengan harapan
bahwa anak-anak muda ini akan menjadi bibit dari kebangkitan lagi kerajaan
Majapahit kelak. Sadar bahwa pasukannya terlalu kecil untuk melawan pasukan
kerajaan maka pesan politis Ki Ageng Kutu disampaikan melalui pertunjukan seni
Reog, yang merupakan "sindiran" kepada Raja Bra Kertabumi dan
kerajaannya. Pagelaran Reog menjadi cara Ki Ageng Kutu membangun perlawanan
masyarakat lokal menggunakan kepopuleran Reog.
Dalam pertunjukan Reog ditampilkan topeng
berbentuk kepala singa yang dikenal sebagai "Singa Barong", raja
hutan, yang menjadi simbol untuk Kertabumi, dan diatasnya ditancapkan bulu-bulu
merak hingga menyerupai kipas raksasa yang menyimbolkan pengaruh kuat para
rekan Cinanya yang mengatur dari atas segala gerak-geriknya. Jatilan, yang
diperankan oleh kelompok penari gemblak yang menunggangi kuda-kudaan menjadi
simbol kekuatan pasukan Kerajaan Majapahit yang menjadi perbandingan kontras
dengan kekuatan warok, yang berada dibalik topeng badut merah yang menjadi
simbol untuk Ki Ageng Kutu, sendirian dan menopang berat topeng singabarong
yang mencapai lebih dari 50kg hanya dengan menggunakan giginya. Populernya Reog
Ki Ageng Kutu akhirnya menyebabkan Kertabumi mengambil tindakan dan menyerang
perguruannya, pemberontakan oleh warok dengan cepat diatasi, dan perguruan
dilarang untuk melanjutkan pengajaran akan warok. Namun murid-murid Ki Ageng
kutu tetap melanjutkannya secara diam-diam. Walaupun begitu, kesenian Reognya
sendiri masih diperbolehkan untuk dipentaskan karena sudah menjadi pertunjukan
populer di antara masyarakat, namun jalan ceritanya memiliki alur baru dimana
ditambahkan karakter-karakter dari cerita rakyat Ponorogo yaitu Kelono
Sewondono, Dewi Songgolangit, and Sri Genthayu.
Versi resmi alur cerita Reog Ponorogo
kini adalah cerita tentang Raja Ponorogo yang berniat melamar putri Kediri,
Dewi Ragil Kuning, namun ditengah perjalanan ia dicegat oleh Raja Singabarong
dari Kediri. Pasukan Raja Singabarong terdiri dari merak dan singa, sedangkan
dari pihak Kerajaan Ponorogo Raja Kelono dan Wakilnya Bujanganom, dikawal oleh
warok (pria berpakaian hitam-hitam dalam tariannya), dan warok ini memiliki
ilmu hitam mematikan. Seluruh tariannya merupakan tarian perang antara Kerajaan
Kediri dan Kerajaan Ponorogo, dan mengadu ilmu hitam antara keduanya, para
penari dalam keadaan 'kerasukan' saat mementaskan tariannya.
Hingga kini masyarakat Ponorogo hanya
mengikuti apa yang menjadi warisan leluhur mereka sebagai pewarisan budaya yang
sangat kaya. Dalam pengalamannya Seni Reog merupakan cipta kreasi manusia yang
terbentuk adanya aliran kepercayaan yang ada secara turun temurun dan terjaga.
Upacaranya pun menggunakan syarat-syarat yang tidak mudah bagi orang awam untuk
memenuhinya tanpa adanya garis keturunan yang jelas. mereka menganut garis
keturunan Parental dan hukum adat yang masih berlaku.
C. Pementasan Seni Reog
Reog Ponorogo
Reog modern biasanya dipentaskan
dalam beberapa peristiwa seperti pernikahan, khitanan dan hari-hari besar
Nasional. Seni Reog Ponorogo terdiri dari beberapa rangkaian 2 sampai 3 tarian
pembukaan. Tarian pertama biasanya dibawakan oleh 6-8 pria gagah berani dengan
pakaian serba hitam, dengan muka dipoles warna merah. Para penari ini
menggambarkan sosok singa yang pemberani. Berikutnya adalah tarian yang
dibawakan oleh 6-8 gadis yang menaiki kuda. Pada reog tradisionil, penari ini
biasanya diperankan oleh penari laki-laki yang berpakaian wanita. Tarian ini
dinamakan tari jaran kepang, yang harus dibedakan dengan seni tari lain yaitu
tari kuda lumping. Tarian pembukaan lainnya jika ada biasanya berupa tarian
oleh anak kecil yang membawakan adegan lucu.
Setelah tarian pembukaan selesai,
baru ditampilkan adegan inti yang isinya bergantung kondisi dimana seni reog
ditampilkan. Jika berhubungan dengan pernikahan maka yang ditampilkan adalah
adegan percintaan. Untuk hajatan khitanan atau sunatan, biasanya cerita pendekar,
Adegan dalam seni reog biasanya tidak
mengikuti skenario yang tersusun rapi. Disini selalu ada interaksi antara
pemain dan dalang (biasanya pemimpin rombongan) dan kadang-kadang dengan
penonton. Terkadang seorang pemain yang sedang pentas dapat digantikan oleh
pemain lain bila pemain tersebut kelelahan. Yang lebih dipentingkan dalam
pementasan seni reog adalah memberikan kepuasan kepada penontonnya.
Adegan terakhir adalah singa barong,
dimana pelaku memakai topeng berbentuk kepala singa dengan mahkota yang terbuat
dari bulu burung merak. Berat topeng ini bisa mencapai 50-60 kg. Topeng yang
berat ini dibawa oleh penarinya dengan gigi. Kemampuan untuk membawakan topeng
ini selain diperoleh dengan latihan yang berat, juga dipercaya diproleh dengan
latihan spiritual seperti puasa dan tapa.
D. Kontroversi
Foto tari Barongan di situs resmi
Malaysia, yang memicu kontroversi.
Tarian sejenis Reog Ponorogo yang
ditarikan di Malaysia dinamakan Tari Barongan. Tarian ini juga menggunakan
topeng dadak merak, yaitu topeng berkepala harimau yang di atasnya terdapat
bulu-bulu merak. Deskripsi dan foto tarian ini ditampilkan dalam situs resmi
Kementrian Kebudayaan Kesenian dan Warisan Malaysia.
Kontroversi timbul karena pada topeng
dadak merak di situs resmi tersebut terdapat tulisan "Malaysia", dan
diakui sebagai warisan masyarakat dari Batu Pahat, Johor dan Selangor,
Malaysia. Hal ini memicu protes berbagai pihak di Indonesia, termasuk seniman
Reog asal Ponorogo yang menyatakan bahwa hak cipta kesenian Reog telah dicatatkan
dengan nomor 026377 tertanggal 11 Februari 2004, dan dengan demikian diketahui
oleh Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia. Ditemukan pula informasi bahwa
dadak merak yang terlihat di situs resmi tersebut adalah buatan pengrajin
Ponorogo. Ribuan seniman Reog sempat berdemonstrasi di depan Kedutaan Malaysia
di Jakarta. Pemerintah Indonesia menyatakan akan meneliti lebih lanjut hal
tersebut.
Pada akhir November 2007, Duta Besar
Malaysia untuk Indonesia Datuk Zainal Abidin Muhammad Zain menyatakan bahwa
Pemerintah Malaysia tidak pernah mengklaim Reog Ponorogo sebagai budaya asli
negara itu. Reog yang disebut “Barongan” di Malaysia dapat dijumpai di Johor
dan Selangor, karena dibawa oleh rakyat Jawa yang merantau ke negeri tersebut.
Komentar
Menurut saya pemerintah
Indonesia tidak perlu terlalu mempermasalahkan itu, karena kesenian reog yang
ada di Malaysia itu adalah rakyat Indonesia yang membawanya dan Indonesia juga
tidak bisa berbohong bahwa salah satu budayanya juga berasal dari luar
Indonesia, contohnya : Wayang Kulit yang dibawa dari India. Jika Indonesia
tidak ingin kehilangan salah satu budayanya (Reog Ponorogo) maka pemerintah
harus lebih memperhatikan budaya tersebut agar budaya tersebut tidak hilang
dari Indonesia.Ciri-Ciri Masyarakat Madani
B. Ciri-ciri Masyarakat
Madani
1. Masyarakat
Istilah madani secara umum dapat
diartikan sebagai adab atau beradab. Masyarakat madani dapat diartikan sebagai
suatu masyarakat yang beradab dalam membangun, menjalani dan memaknai
kehidupannya. Masyarakat madani disebut pula dengan civil society.
Civil society merupakan wilayah
politik yang diciptakan dan dijalankan oleh warga negara biasa (bukan oleh
pejabat pemerintah).
Adapun pendapat beberapa ahli
mengenai masyarakat madani antara lain sebagai berikut.
a.
Riswanda Imawan
Masyarakat madani merupakan konsep tentang keberadaan
suatu masyarakat yang dalam batas-batas tertentu mampu memajukan dirinya
sendiri melalui penciptaan aktivitas mandiri, dalam satu ruang gerak yang tidak
memungkinkan negara melakukan intervensi.
b.
Zbigniew Rau
Masyarakat madani adalah ruang dalam masyarakat yang
bebas dari pengaruh keluarga dan kekuasaan negara, yang diekspresikan dalam
gambaran ciri-cirinya, yakni individualis, pasar (market) dan pluralisme.
c.
Anwar Ibrahim
Masyarakat madani adalah sistem sosial yang subur
diasaskan pada prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan
perorangan dan kestabilan masyarakat.
Larry Diamond berpendapat bahwa
civil society melingkupi kehidupan sosial terorganisasi yang terbuka, sukarela,
lahir secara mandiri, setidaknya berswadaya secara parsial, otonom dari negara,
dan terikat pada tatanan legal atau seperangkat nilai bersama.
Menurut Larry Diamond yang dapat
disebut sebagai civil society adalah sebagai berikut.
1.
Perkumpulan dan jaringan perdagangan
yang produktif.
2.
Perkumpulan keagamaan, kesukuan,
kebudayaan yang membela hak-hak kolektif, nilai-nilai, kepercayaan, dan lain
sebagainya.
3.
Organisasi-organisasi yang
bergerak dibidang produksi dan penyebaran pengetahuan umum, ide-ide, berita,
dan informasi publik.
4.
Gerakan-gerakan perlindungan
konsumen, perlindungan hak-hak perempuan, perlindungan etnis minoritas,
perlindungan kaum cacat, perlindungan korban diskriminasi, dan sebagainya.
2. Demokrasi Menuju Masyarakat Madani (Civil
Society)
Ada keterkaitan antara
masyarakat madani dengan demokratisasi. Masyarakat madani dapat berkembang
dengan baik dalam negara demokratis. Demikian pula sebaliknya proses
demokratisasi bisa terwujud hanya jika masyarakat madaninya berkembang baik.
Masyarakat madani mencerminkan
kehidupan masyarakat yang mandiri, cerdas, beradab, sejahtera, memiliki
kemampuan yang tinggi, serta mampu bersikap kritis/peka terhadap kehidupan
sosial dan berpatisipasi dalam menghadapi berbagai persoalan sosial. Terwujudnya
masyarakat madani tergantung pada komponen pokok, yaitu masyarakat dan
pemerintah. Kedua komponen tersebut harus saling mendukung.
Wujud nyata masyarakat madani
dapat terlihat misalnya dengan adanya budaya gotong royong dikalangan
masyarakat Indonesia. Gotong royong ini bisa mendidik masyarakat untuk aktif
dan melibatkan diri dalam berbagai kegiatan bersama.
Hal ini yang juga telah terlihat
pada masyarakat adalah sikap toleransi dan kebiasaan musyawarah atau diskusi
dalam setiap pengambilan keputusan. Tidak sedikit masyarakat yang telah berani
menyampaikan pendapat kehendak-kehendak mereka. Di tengah keberagaman etnis,
agama, bahasa maupun adat istiadat, masyarakat telah mampu mengembangkan budaya
toleransi dan saling menghargai perbedaan-perbedaan tersebut.
Dibutuhkan beberapa syarat untuk
mewujudkan masyarakat madani yaitu sebagai berikut.
a.
Keyakinan
b.
Kepercayaan
c.
Persamaan tujuan dan misi
d.
Satu hati dan saling tergantung
e. Pemahaman yang sama
3. Ciri-ciri Masyarakat Madani
Prof. Dr. A.S. Hikam
mengemukakan pendapatnya mengenai ciri-ciri pokok masyarakat madani sebagai
berikut.
a.
Kesukarelaan
Keanggotaan masyarakat madani bersifat sukarela, tanpa
paksaan. Jadi, kesediaan menjadi anggota karena pemahaman serta kesadaran akan
pentingnya terwujud masyarakat madani demi tercapainya tujuan bersama.
b.
Keswasembadaan
Keanggotaan masyarakat madani dapat hidup mandiri, tidak
tergantung pada orang lain ataupun negara dan lembaga-lembaga lainnya. Para anggota
mempunyai kepercayaan diri yang tinggi untuk berdiri sendiri dan membantu
sesama lain yang kekurangan.
c. Kemandirian yang
Tinggi terhadap Negara
Para
anggota masyarakat madani adalah manusia-manusia yang percaya diri, sehingga
tidak tergantung kepada perintah orang lain termasuk negara. Bagi mereka negara
adalah kesepakatan bersama, sehingga tanggungjawab yang lahir dari kesepakatan
tersebut adalah juga tuntutan dan tanggungjawab dari masing-masing anggota.
Inilah negara yang berkedaulatan rakyat.
d. Keterkaitan pada
Nilai-Nilai Hukum yang Disepakati Bersama
Hal
ini berarti bahwa suatu masyarakat madani adalah suatu masyarakat yang
berdasarkan hukum dan bukan negara kekuasaan.
Selain
ciri-ciri tersebut terdapat karakteristik masyarakat madani. Karakteristik
tersebut adalah sebagai berikut.
1. Free Public Sphere
Yaitu
adanya ruang publik yang bebas sebagai sarana dalam mengemukakan pendapat.
Menurut Arendt dan Habermas ruang publik secara teoritis diartikan sebagai
wilayah dimana masyarakat sebagai warga negara memiliki akses penuh terhadap
setiap kegiatan publik.
2. Demokratis
Merupakan
satu identitas yang menjadi penegak wacana masyarakat madani, dimana dalam
menjalani kehidupan, warga negara memiliki kebebasan penuh untuk menjalankan
aktivitas kesehariannya, termasuk berinteraksi dengan lingkungannya. Demokratis
berarti masyarakat dapat berperilaku santun dalam pola hubungan interaksi
dengan masyarakat sekitarnya dengan tidak mempertimbangkan suku, ras, mupun
agama.
3. Toleran
Toleran
merupakan sikap yang saling menghargai dan menghormati aktivitas yang dilakukan
orang lain.
4. Pluralisme
Menurut
Nurcholis Madjid konsep pluralisme adalah pertalian sejati kebhinekaan dalam
ikatan-ikatan keadaban. Pluralisme harus dipahami secara mengakar dengan
menciptakan sebuah tatanan kehidupan yang menghargai dan menerima kemajemukan
dalam konteks kehidupan sehari-hari.
5. Keadilan Sosial
Keadilan
dimaksudkan untuk menyebutkan keseimbangan dan pembagian yang proporsional
terhadap hak dan kewajiban setiap warga negara yang mencakup seluruh aspek
kehidupan. Sehingga dengan adanya keadilan memungkinkan tidak adanya monopoli
dan pemusatan salah satu aspek kehidupan suatu kelompok masyarakat.
Tuesday, February 12, 2013
Ulos Kain Tenun Khas Batak

Warna dominan pada ulos adalah merah, hitam, dan putih yang dihiasi
oleh ragam tenunan dari benang emas atau
perak. Mulanya ulos dikenakan di dalam bentuk selendang atau sarung saja, kerap
digunakan pada perhelatan resmi atau upacara adat Batak, namun kini banyak
dijumpai di dalam bentuk produk sovenir, sarung bantal, ikat pinggang, tas, pakaian, alas meja, dasi, dompet, dan gorden.
Ulos juga kadang-kadang diberikan kepada sang ibu yang sedang mengandung supaya
mempermudah lahirnya sang bayi ke dunia dan
untuk melindungi ibu dari segala mara bahaya yang mengancam saat proses
persalinan.
Sebagian besar ulos telah punah karena tidak diproduksi lagi,
seperti Ulos Raja, Ulos Ragi Botik, Ulos Gobar, Ulos Saput (ulos yang digunakan
sebagai pembungkus jenazah), dan Ulos
Sibolang.

Ulos adalah kain tenun khas Batak berbentuk selendang. Benda sakral ini merupakan simbol restu, kasih sayang dan persatuan, sesuai dengan pepatah Batak yang berbunyi: “Ijuk pangihot ni hodong, Ulos pangihot ni holong", yang artinya jika ijuk adalah pengikat pelepah pada batangnya maka ulos adalah pengikat kasih sayang antara sesama.
Secara harfiah, ulos berarti selimut yang menghangatkan tubuh dan melindunginya dari terpaan udara dingin. Menurut kepercayaan leluhur suku Batak ada tiga sumber yang memberi panas kepada manusia, yaitu matahari, api dan ulos. Dari ketiga sumber kehangatan tersebut ulos dianggap paling nyaman dan akrab dengan kehidupan sehari-hari.
Dahulu nenek moyang suku Batak adalah manusia-manusia gunung, demikian sebutan yang disematkan sejarah pada mereka. Hal ini disebabkan kebiasaan mereka tinggal dan berladang di kawasan pegunungan. Dengan mendiami dataran tinggi berarti mereka harus siap berperang melawan dinginnya cuaca yang menusuk tulang. Dari sinilah sejarah ulos bermula.
Pada awalnya nenek moyang mereka mengandalkan sinar matahari dan api sebagai tameng melawan rasa dingin. Masalah kecil timbul ketika mereka menyadari bahwa matahari tidak bisa diperintah sesuai dengan keinginan manusia. Pada siang hari awan dan mendung sering kali bersikap tidak bersahabat. Sedang pada malam hari rasa dingin semakin menjadi-jadi dan api sebagai pilihan kedua ternyata tidak begitu praktis digunakan waktu tidur karena resikonya tinggi. Al hajatu ummul ikhtira'at, karena dipaksa oleh kebutuhan yang mendesak akhirnya nenek moyang mereka berpikir keras mencari alternatif lain yang lebih praktis. Maka lahirlah ulos sebagai produk budaya asli suku Batak.
Tentunya ulos tidak langsung menjadi sakral di masa-masa awal kemunculannya. Sesuai dengan hukum alam ulos juga telah melalui proses yang cukup panjang yang memakan waktu cukup lama, sebelum akhirnya menjadi salah satu simbol adat suku Batak seperti sekarang. Berbeda dengan ulos yang disakralkan yang kita kenal, dulu ulos malah dijadikan selimut atau alas tidur oleh nenek moyang suku Batak. Tetapi ulos yang mereka gunakan kualitasnya jauh lebih tinggi, lebih tebal, lebih lembut dan dengan motif yang sangat artistik.
Setelah mulai dikenal, ulos makin digemari karena praktis. Tidak seperti matahari yang terkadang menyengat dan terkadang bersembunyi, tidak juga seperti api yang bisa menimbulkan bencana, ulos bisa dibawa kemana-mana. Lambat laun ulos menjadi kebutuhan primer, karena bisa juga dijadikan bahan pakaian yang indah dengan motif-motif yang menarik. Ulos lalu memiliki arti lebih penting ketika ia mulai dipakai oleh tetua-tetua adat dan para pemimpin kampung dalam pertemuan-pertemuan adat resmi. Ditambah lagi dengan kebiasaan para leluhur suku Batak yang selalu memilih ulos untuk dijadikan hadiah atau pemberian kepada orang-orang yang mereka sayangi.
Kini ulos memiliki fungsi simbolik untuk berbagai hal dalam segala aspek kehidupan orang Batak. ulos menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan adat suku Batak.
Mangulosi, adalah salah satu hal yang teramat penting dalam adat Batak. Mangulosi secara harfiah berarti memberikan ulos. Mangulosi bukan sekadar pemberian hadiah biasa, karena ritual ini mengandung arti yang cukup dalam. Mangulosi melambangkan pemberian restu, curahan kasih sayang, harapan dan kebaikan-kebaikan lainnya.
Dalam ritual mangulosi ada beberapa aturan yang harus dipatuhi, antara lain bahwa seseorang hanya boleh mangulosi mereka yang menurut tutur atau silsilah keturunan berada di bawah, misalnya orang tua boleh mengulosi anaknya, tetapi anak tidak boleh mangulosi orang tuanya. Disamping itu, jenis ulos yang diberikan harus sesuai dengan ketentuan adat. Karena setiap ulos memiliki makna tersendiri, kapan digunakan, disampaikan kepada siapa, dan dalam upacara adat yang bagaimana, sehingga fungsinya tidak bisa saling ditukar.
Dalam perkembangannya, ulos juga diberikan kepada orang "non Batak". Pemberian ini bisa diartikan sebagai penghormatan dan kasih sayang kepada penerima ulos. Misalnya pemberian ulos kepada Presiden atau Pejabat negara, selalu diiringi oleh doa dan harapan semoga dalam menjalankan tugas-tugas ia selalu dalam kehangatan dan penuh kasih sayang kepada rakyat dan orang-orang yang dipimpinnya.
Beberapa jenis ulos yang dikenal dalam adat Batak adalah sebagai berikut:
1. Ulos Ragidup
Ragi berarti corak, dan Ragidup berarti lambang kehidupan. Dinamakan demikian karena warna, lukisan serta coraknya memberi kesan seolah-olah ulos ini benar-benar hidup. Ulos jenis ini adalah yang tertinggi kelasnya dan sangat sulit pembuatannya. Ulos ini terdiri atas tiga bagian; dua sisi yang ditenun sekaligus, dan satu bagian tengah yang ditenun tersendiri dengan sangat rumit. Ulos Rangidup bisa ditemukan di setiap rumah tangga suku batak di daerah-daerah yang masih kental adat bataknya. Karena dalam upacara adat perkawinan, ulos ini diberikan oleh orang tua pengantin perempuan kepada ibu pengantin lelaki.
2. Ulos Ragihotang
Hotang berarti rotan, ulos jenis ini juga termasuk berkelas tinggi, namun cara pembuatannya tidak serumit ulos Ragidup. Dalam upacara kematian, ulos ini dipakai untuk mengafani jenazah atau untuk membungkus tulang belulang dalam upacara penguburan kedua kalinya.
3. Ulos Sibolang
Disebut Sibolang sebab diberikan kepada orang yang berjasa dalam mabolang-bolangi (menghormati) orang tua pengantin perempuan untuk mangulosi ayah pengantin laki-laki pada upacara pernikahan adat batak. Dalam upacara ini biasanya orang tua pengantin perempuan memberikan Ulos Bela yang berarti ulos menantu kepada pengantin laki-laki.
Mengulosi menantu lelaki bermakna nasehat agar ia selalu berhati-hati dengan teman-teman satu marga, dan paham siapa yang harus dihormati; memberi hormat kepada semua kerabat pihak istri dan bersikap lemah lembut terhadap keluarganya. Selain itu, ulos ini juga diberikan kepada wanita yang ditinggal mati suaminya sebagai tanda penghormatan atas jasanya selama menjadi istri almarhum. Pemberian ulos tersebut biasanya dilakukan pada waktu upacara berkabung, dan dengan demikian juga dijadikan tanda bagi wanita tersebut bahwa ia telah menjadi seorang janda. Ulos lain yang digunakan dalam upacara adat adalah Ulos Maratur dengan motif garis-garis yang menggambarkan burung atau banyak bintang tersusun teratur. Motif ini melambangkan harapan agar setelah anak pertama lahir akan menyusul kelahiran anak-anak lain sebanyak burung atau bintang yang terlukis dalam ulos tersebut.
Dari besar kecil biaya pembuatannya, ulos dapat dibedakan menjadi dua bagian:
Pertama, Ulos Na Met-met; ukuran panjang dan lebarnya jauh lebih kecil daripada ulos jenis kedua. Tidak digunakan dalam upacara adat, hanya untuk dipakai sehari-hari.
Kedua, Ulos Na Balga; adalah ulos kelas atas. Jenis ulos ini pada umumnya digunakan dalam upacara adat sebagai pakaian resmi atau sebagai ulos yang diserahkan atau diterima.
Biasanya ulos dipakai dengan cara dihadanghon; dikenakan di bahu seperti selendang kebaya, atau diabithon; dikenakan seperti kain sarung, atau juga dengan cara dililithon; dililitkan dikepala atau di pinggang.
Berbicara soal harga, ulos dengan motif dan proses pembuatan sederhana relatif murah. Ulos kelas ini bisa dibeli dengan harga berkisar antara Rp. 6000 sampai Rp.250.000 bahkan lebih. Sementara untuk ulos kelas atas dengan kualitas bahan yang baik dan proses pembuatan yang lebih rumit, bisa diperoleh dengan harga berkisar antara ratusan ribu rupiah hingga jutaan. Misalnya songket khas Batak yang digunakan pengantin pria pada upacara pernikahan adat Batak, dibandrol Rp. 7,5 juta.
Subscribe to:
Posts (Atom)